BAB I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Obat
merupakan terapi primer yang berhubungan dengan penyembuhan penyakit.Tidak
peduli dimanapun klien menerima pelayanan kesehatan,rumah sakit,klinik,atau di
rumah,perawat memegang peranan penting dalam persiapan dan pemberian
obat,mengajarkan cara menggunakan obat dan mengevaluasi respons klien terhadap
pengobatan.
Pada masa perawatan dan
penyembuhan,perawat memegang peranan penting dalam memberikan obat secara tepat
waktu kepada klien,serta memastikan klien atau keluarganya telah mengerti dan
siap memberikan obat jika klien dipulangkan ke rumah. Di setiap tatanan
pelayanan kesehatan, perawat bertanggung jawab mengevaluasi efek obat terhadap
kesehatan klien,mangajari klien tentang obat dan efek sampingnya,memastikan
kepatuhan terhadap regimen obat,serta mengevaluasi kemampuan klien dalam
menggunakan obat sendiri. Pada beberapa kasus, perawat secara langsung
mengajarkan dan mengevaluasi anggota keluarga klien yang mampu memberikan obat
1.2
RUMUSAN MASALAH
1. Legislasi dan Standar Obat
2. Sifat Kerja Obat
3. Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Obat
4. Rute Pemberian Obat
5.Cara Menyimpan Obat
6. Proses Keperawatan
1.3
TUJUAN
1.
Mengetahui legislasi dan standar obat
2.
Mengetahui sifat kerja obat
3.
Mengetahui faktor yang mempengaruhi kerja obat
4. Mengetahui
rute pemberian obat
5. Mengetahui
Cara Penyimpanan obat
6. Mengerti
askep dalam pemberian obat
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Standar Obat
Pada tahun 1906 pemerintah Amerika Serikat menetapkan standar
kualitas dan kemurnian obat berdasarkan pure
food and drug act (undang-undang makanan dan obat murni). Publikasi resmi,
seperti USP dan National Formulary,
menetapkan standar kekuatan, kualitas, kemurnian, pengepakan, keamananan,
pelabelan, dan bentuk dosis obat. Di kanada, Britisih Pharmacopoeia (BP) menetapkan standar yang sama. Dokter,
perawat, dan ahli farmasi yang menggunakan standar ini untuk memastikan klien
menerima obat yang alami dalam dosis yang aman dan efektif. Standar yang
diterima masyarakat harus memenuhi kriteria berikut:
1.
Kemurnian. pabrik harus memenuhi standar
kemurnian untuk tipe dan konsentrasi zat lain yang diperbolehkan dalam produksi
obat.
2.
Potensi. Konsentrasi obat aktif dalam
preparat obat memengaruhi kekuatan atau potensi obat.
3.
Bioavailability.
kemampuan
obat untuk lepas dari bentuk dosisnya dan melarut, diabsropsi, dan diangkut
tubuh ke tempat kerjanya disebut bioavailability.
4.
Kemanjuran. Pemeriksa laboratorium yang
terinci dapat membantu menentukan efektivitas obat.
5.
Keamanan. Semua obat harus terus
dievaluasi untuk menentukan efek samping obat tersebut.
2.2
Sifat Kerja Obat
Obat
bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Sebuah obat tidak
menciptakan suatu fungsi di dalam jaringan tubuh atau organ, tetapi mengubah
fungsi fisiologis.obat dapat melindungi sel dari pengaruh agens kimia
lain,meningkatkan fungsi sel,atau mempercepat atau memperlambat proses kerja
sel.obat dapat menggantikan zat tubuh yang hilang(contoh insulin,hormon
tiroid,dan estrogen).
Mekanisme
Keja
Obat menghasilkan kerja dengan mengubah
cairan tubuh atau membran sel atau dengan berinteraksi dengan tempat reseptor.jel
aluminium hidroksida obat nengubah zat kimia suatu cairan tubuh (khususnya
dengan menetralisasi kadar asam lambung).obat-obatan,misalnya gas anestesi
umum,berinteraksi dengan membram sel.setelah sifat sel berubah,obat
mengeluarkan pengaruhnya.mekanisme kerja obat yang paling umum adalah terikat
pada tempat reseptor sel.reseptormelokalisasi efek obat.tempat reseptor
berinteraksi dengan obat karena memiliki bentuk kimia yang sama.obat dan
reseptor saling berikatan seperti gembok dan kuncinya.ketika obat dan reseptor
saling berikatan,efekt terapeutik dirasakan.setiap jaringan atau sel dalam
tubuh memiliki kelompok reseptor yang unik.misalnya,reseptor pada sel jantung
berespon terhadap preparat digitalis.
1. Farmakokinetik
Farmakokinetik adalah ilmu tentang cara
obat masuk kedalam tubuh,mencapai tempat kerjanya,dimetabolisme,dan keluar dari
tubuh.dokter dan perawat menggunakan pengetahuan farmakokinetiknya ketika
memberikan obat,memilih rute pemberian obat,menilai resiko perubahan kerja
obat,dan mengobservasi respon klien.
2. Farmakodinamik
a. Absorpsi
Absorpsi adalah cara molekul obat masuk ke
dalam darah.kebanyakan obat,kecuali obat yang di gunakan secara topikal untuk
memperoleh efek lokal,harus masuk ke dalam sirkulasi sistemik untuk
menghasilkan efek yang terapeutik.faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat
antra lain rute pemberian obat,daya larut obat,dan kondisi di tempat absorpsi.
setiap rute pemberian obat memiliki
pengaruh yang berbeda pada absorpsi obat,bergantung pada struktur fisik jaringan.
Kulit relatif tidak dapat ditembus zat kimia, sehingga absorpsi menjadi lambat.
Membran mukosa dan saluran napas mempercepat absorpsi akibat vaskularitas yang
tinggi pada mukosa dan permukaan kapiler-alveolar. Pencernaan untuk diabsorpsi,
kecepatan absorpsi secara keseluruhan melambat. Injeksi intravena menghasilkan
absorpsi yang paling cepat karena dengan rute ini obat dengan cepat masuk
kedalam sirkulasi sistematik.
Daya larut obat yang diberikan per-oral
setelah di ingesti sangat bergantung pada bentuk atau preparat obat tersebut.
Larutan dan suspensi yang tersedia dalam bentuk cair, lebih mudah diabsorpsi
dari pada tablet atau kapsul. Bentuk dosis padat harus dipecah terlebih dahulu
untuk memajankan zat kimia pada sekresi lambung dan usus halus. Obat yang asam
melewati mukosa lambung dengan cepat. Obat yang bersifat basa tidak terabsorpsi
sebelum mencapai usus halus.
Kondisi di tempat absorpsi memengaruhi
kemudahan obat masuk kedalam sirkulasi sistemik. Apabila kulit tergores,obat
topikal lebih mudah diabsorpsi. Obat topikal yang biasanya diprogramkan untuk
memeroleh efek lokal dapat menimbulkan reaksi yang serius ketika diabsorpsi
melalui lapisan kulit. Adanya edema pada membran mukosa memperlambat absorpsi
obat karena obat membutuhkan waktu yang lama untuk berdifusi kedalam pembuluh
darah. Absorpsi obat parenteral yang diberikan bergantung pada suplai darah
dalam jaringan. Sebelum memberikan sebuah obat melalui injeksi, perawat harus
mengkaji adanya faktor lokal, misalnya edema, memar atau adanya jaringan parut
bekas luka, yang menurunkan absorpsi obat. Karena otot memiliki suplai darah
yang lebih banyak dari pada jaringan subkutan (SC), obat yang diberikan per
intramuskular(melalui otot)diabsorpsi lebih cepat dari pada obat yang
disuntikkan per subkutan. Pada beberapa kasus, absorpsi subkutan yang lambat
lebih dipilih karena menghasilkan efek yang dapat bertahan lama. Apabila
perfusi jaringan klien buruk, misalnya pada kasus syok sirkulasi, rute
pemberian obat yang tetrbaik adalah melalui intravena. Pemberian obat intravena
menghasilkan absorpsi yang paling cepat dan dapat diandalkan.
Obat oral lebih mudah diabsorpsi, jika
diberikan diantara waktu makan. Saat lambung berisi makanan, isi lambung secara
perlahan diangkut ke duodenum, sehingga absorpsi obat melambat. Beberapa
makanan dan antasida membuat obat berikatan membentuk kompleks yang tidak dapat
melewati lapisan saluran cerna. Contoh, susu menghambat absorpsi zat besi dan
tetrasiklin. Beberapa obat hancur akibat peningkatan keasaman isi lambung dan
pencernaan protein selama makan. Selubung enterik pada tablet tertentu tidak
larut dalam getah lambung. Sehingga obat tidak dapat dicerna di dalam saluran
cerna bagian atas. Selubung juga melindungi lapisan lambung dari iritasi obat.
Rute pemberian obat diprogramkan oleh
pemberi perawatan kesehatan. Perawat dapat meminta obat diberikan dalam cara
atau bentuk yang berbeda, berdasarkan pengkajian fisik klien. Contoh, bila
klien tidak dapat menelan tablet maka perawat akan meminta obat dalam bentuk
eliksir atau sirup. Pengetahuan tentang faktor yang dapat mengubah atau menurunkan
absorpsi obat membantu perawat melakukan pemberian obat dengan benar. Makana
didalam saluran cerna dapat mempengaruhi pH, motilitas, dan pengangkutan obat
kedalam saluran cerna. Kecepatan dan luas absorpsi juga dapat dipengaruhi oleh
makanan. Perawat harus mengetahui implikasi keperawatan untuk setiap obat yang
diberikan. Contohnya, obat seperti aspirin,zat besi, dan fenitoin
natrium(dilantin) mengiritasi saluran cerna dan harus diberikan bersama
makanan, atau segera setelah makan. Bagaimanapun, makanan dapat mempengaruhi
absorpsi, misalnya kloksasilin natrium dan penilisin. Obat-obatan tersebut
harus diberikan sampai dua jam sebelum makan atau dua sampai tiga jam setelah
makan. Sebelum memberikan obat, perawat harus memeriksa buku obat keperawatan,
informasi obat, atau berkonsultasi dengan apoteker rumah sakit mengenai
interaksi obat dan nutrien.
b. Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat didistribusikan
didalam tubuh ke jaringan dan organ tubuh dan akhirnya ketempat kerja obat
tersebut. Laju dan luas distribusi bergantung pada sifat fisik dan kimia obat
dan struktur fisiologis individu yang menggunakannya.
c. Metabolisme
-Setelah mencapai tempat
kerjanya, obat dimetabolisasi menjadi bentuk tidak aktif, sehingga lebih mudah
di eksresi
-Sebagian besar biotransformasi berlangsung di bawah pengaruh enzim yang mendetoksifikasi, mengurai (memecah), dan melepas zat kimia aktif secara biologis.
Kebanyakan biotransformasi berlangsung di dalam hati, walaupun paru-paru, ginjal, darah dan usus juga memetabolisasi obat.
- Hati sangat penting karena strukturnya yang khusus mengoksidasi dan mengubah banyak zat toksik
- Hati mengurai banyak zat kimia berbahaya sebelum didistribusi ke jaringan
- Penurunan fungsi hati yang terjadi seiring penuaan atau disertai penyakit hati mempengaruhi kecepatan eliminasi obat dari tubuh.
- Perlambatan metabolisme yang dihasilkan membuat obat terakumulasi di dalam tubuh, akibatnya klien lebih berisiko mengalami toksisitas obat.
-Sebagian besar biotransformasi berlangsung di bawah pengaruh enzim yang mendetoksifikasi, mengurai (memecah), dan melepas zat kimia aktif secara biologis.
Kebanyakan biotransformasi berlangsung di dalam hati, walaupun paru-paru, ginjal, darah dan usus juga memetabolisasi obat.
- Hati sangat penting karena strukturnya yang khusus mengoksidasi dan mengubah banyak zat toksik
- Hati mengurai banyak zat kimia berbahaya sebelum didistribusi ke jaringan
- Penurunan fungsi hati yang terjadi seiring penuaan atau disertai penyakit hati mempengaruhi kecepatan eliminasi obat dari tubuh.
- Perlambatan metabolisme yang dihasilkan membuat obat terakumulasi di dalam tubuh, akibatnya klien lebih berisiko mengalami toksisitas obat.
d. Eksresi
- Setelah dimetabolisme, obat keluar dari tubuh melalui
ginjal, hati, usus dan kelenjar eksokrin.
- Kelenjar eksokrin mengekskresi obat larut lemak, ketika obat keluar melalui kelenjar keringat, kulit dapat mengalami iritasi
- Perawat membantu klien melakukan praktik hygiene yang baik untuk meningkatkan kebersihan dan intergritas kulit
- Apabila obat keluar melalui kelenjar mamae, bayi yang disusui dapat mengabsorpsi zat kimia obat tersebut, resiko pada bayi yang menerima obat dan resiko pada ibu yang tidak mendapatkan obat harus dipertimbangkan dengan cermat.
- Saluran cerna adalah jalur lain eksresi obat. Banyak obat masuk kedalam sirkulasi hati untuk dipecah oleh hati dan dieksresi kedalam empedu. Setelah zat kimia masuk kedalam usus melalui saluran empedu, zat tersebut diabsorpsi kembali oleh usus
- Faktor-faktor yang meningkatkan peristaltic, misalnya laksatif dan enema, mempercepat eksresi obat melalui feses, sedangkan factor-faktor yang memperlambat misalnya tidak melakukan aktivitas atau diet yang tidak tepat akan memperpanjang efek obat.
- Ginjal adalah organ utama eksresi obat, apabila fungsi ginjal menurun, yang merupakan perubahan yang umum terjadi dalam penuaan, risiko toksisitas meningkat
- Apabila ginjal tidak dapat mengeluarkan obat secara adekuat dosis obat perlu dikurangi
- Apabila asupan cairan yang normal dipertahankan, obat akan dieliminasi dengan tepat
- Kelenjar eksokrin mengekskresi obat larut lemak, ketika obat keluar melalui kelenjar keringat, kulit dapat mengalami iritasi
- Perawat membantu klien melakukan praktik hygiene yang baik untuk meningkatkan kebersihan dan intergritas kulit
- Apabila obat keluar melalui kelenjar mamae, bayi yang disusui dapat mengabsorpsi zat kimia obat tersebut, resiko pada bayi yang menerima obat dan resiko pada ibu yang tidak mendapatkan obat harus dipertimbangkan dengan cermat.
- Saluran cerna adalah jalur lain eksresi obat. Banyak obat masuk kedalam sirkulasi hati untuk dipecah oleh hati dan dieksresi kedalam empedu. Setelah zat kimia masuk kedalam usus melalui saluran empedu, zat tersebut diabsorpsi kembali oleh usus
- Faktor-faktor yang meningkatkan peristaltic, misalnya laksatif dan enema, mempercepat eksresi obat melalui feses, sedangkan factor-faktor yang memperlambat misalnya tidak melakukan aktivitas atau diet yang tidak tepat akan memperpanjang efek obat.
- Ginjal adalah organ utama eksresi obat, apabila fungsi ginjal menurun, yang merupakan perubahan yang umum terjadi dalam penuaan, risiko toksisitas meningkat
- Apabila ginjal tidak dapat mengeluarkan obat secara adekuat dosis obat perlu dikurangi
- Apabila asupan cairan yang normal dipertahankan, obat akan dieliminasi dengan tepat
2.3 Faktor Yang
Memengaruhi Kerja Obat
Akibat
perbedaan cara dan tipe kerja obat,respon terhadap obat sangat
bervariasi.Faktor selain karakteristik
obat juga mempengaruhi kerja obat.Klien mungkin tidak memberi respon
yang sama terhadap setiap dosis obat yang diberikan.Begitu juga obat yang sama
dapat menimbulkan respons yang berbeda pada klien yang berbeda.
1.
Perbedaan Genetik
Susunan
genetik memepengaruhi biotransformasi obat.Pola metabolik dalam keluarga
seringkali sama.Faktor genetik menentukan apakah enzim yang terbentuk secara
alami ada untuk meembantu penguraian obat.Akibatnya anggota keluarga sensitif
terhadap suatu obat.
2.
Variabel Fisiologi
Perbedaan
hormonal antara pria dan wanita mengubah metabolisme obat tertentu.hormon dan
obat saling bersaing dalam biotransformasi karena kedua senyawa tersebut
terurai dalam proses metabolik yang sama..Variasi diurnal pada sekresi estrogen
bertanggung jawab untuk fluktuasi siklik reaksi obat yang dialami wanita.Usia
berdampak langsung pada kerja obat.Bayi tidak memiliki banyak enzim yang
diperlukan untuk metabolisme obat normal.Sejumlah perubahan fisiologis yang
menyertai penuaan memengaruhi respon terhadap terapi obat.Sistem tubuh mengalami
perubahan fungsi dan struktur yang mengubah pengaruh obat.Perawat harus berupaya
untuk meminimalkan efek obat yang berbahaya dan meningkatkan kapasitas fungsi
yang tersisa pada kien.Apabila status nutrisi klien buruk,sel tidak dapat
berfungsi dengan normal,sehingga biotransformasi tidak berlangsung.seperti
semua fungsi tubuh,metabolisme obat bergantung pada nutrisi yang adekuat untuk
membentuk enzim dan protein.Kebanyakan obat berikatan dengan protein sebelum
didistribusi ke tempat kerja obat. Setiap penyakit yang merusak fungsi organ
yang bertanggung jawab untuk farmakoniketik normal juga merusak kerja obat.
Perubahan integritas kulit, penurunan absorpsi atau motilitas saluran cerna,
dan kerusakan fungsi ginjal dan hati hanya beberapa kondisi penyakit yang
berhubungan dengan kondisi yang dapat mengurangi kemanjuran obat atau membuat
klien berisiko mengalami toksikasi obat.
3.
Kondisi Lingkungan
Stres
fisik dan emosi yang berat akan memicu respons hormonal yang pada akhirnya
menggangu metabolisme obat pada klien. Radiasi ion menghasilkan efek yang sama
dengan mengubah kecepatan aktivitas enzim. panas dan dingin dapat memengaruhi
respons terhadap obat. Klien hipertensi diberi vasodilator untuk mengatur
tekanan darahnya. Pada cuaca panas,dosis vasodilator perlu di kurangi karnar
suhu yang tinggi meningkatkan efek obat. Cuaca dingin cenderung meningkatkan
vasokontriksi, sehingga dosis vasolidator perlu di tambah. Reaksi suatu obat
bervariasi, bergantung pada lingkungan obat tersebut digunakan. Klien yang
dilindungi dalam isolasi dan diberi analgesik memperoleh efek peredaan nyeri
yang lebih kecil dibanding klien yang dirawat di ruang tempat keluarga dapat
mengunjungi klien. Contoh lain ialah jika minum alkohol sendirian; efek yang
timbul hanya mengantuk. Namun. Minum bersama sekelompok teman membuat individu
menjadi ceria dan bergaul.
4.
Faktor Psikologis
Sejumlah
faktor psikologis memengaruhi penggunaan obat dan respons terhadap obat. Sikap
seseorang terhadap obat berakar dari pengalaman sebelumnya atau pengaruh keluarga.
Melihat orangtua sering menggunakan obat-obatan dapat membuat anak menerimat
obat sebagai bagian dari kehidupan normalnya.Makna obat atau signifikansi
mengonsumsi obat mempengaruhi respon klien terhadap terapi.Sebuah obat dapat digunakn sebagai cara untuk mengatasi rasa tidak aman.Pada
situasi ini ,klien bergantung pada obat
sebagai media koping dalam kehidupan .Sebaliknya jika klien kesal terhadap kondisi fisik mereka ,rasa marah dan
sikap bermusuhan dapat menimbulkan reaksi yang diinginkan terhadap obat.Obat
seringkali memberi rasa aman .penggunaan secara teratur obat tanpa resep atau
obat yang dijual bebas.misalnya vitamin,laksatif,dan aspirin,banyak orang
merasa mereka dapat mengontrol kesehatannya.Prilaku perawat saat memberikan
obat dapat berdampak secara signifikan pada respon klien terhadap
pengobatan.Apabila perawat memberi kesan bahwa obat dapat membantu pengobatan
kemungkinan akan memberi efek yang positif.Apabila perawat terlihat kurang
peduli saat klien merasa tidak
nyaman,obat yang diberikan terbuktif relatif tidak efektif.
5.
Diet
Interaksi
obat dan nutrien dapat mengubah kerja obat atau efek nutrien dapat mengubah
kerja obat atau efek nutrien.Contoh vitamin K(terkandung dalam sayuran hijau
berdaun)merupakan nutrien yang melawan
efek warfarin natrium(Coumadin)mengurangi efeknya pada mekanisme
pembekuan darah .Minyak mineral menurunkan
absorbsi vitamin larut
lemak.Klien membutuhkan nutrisi tambahan
ketika mengonsumsi obat yang menurunkan
efek nutrisi .Menahan konsumsi nutrien tertentu dapat menjamin efek terapeutik
obat.
2.4 Rute pemberian obat
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang
menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien,
kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat serta tempat
kerja yang diinginkan. Pemberian obat ikut juga dalam menentukan cepat
lambatnya dan lengkap tidaknya resorpsi suatu obat. Tergantung dari efek yang
diinginkan, yaitu efek sistemik
(di seluruh tubuh) atau efek lokal
(setempat) dapat dipilih di antara berbagai cara untuk memberikan obat.
1. Oral
Oral adalah rute pemberian yang paling
umum dan palin g banyak dipakai karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat
dapat juga diabsorbsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN. Bentuk sediaan obatnya dapat
berupa Tablet, Kapsul, Larutan (solution), Sirup, Eliksir, Suspensi, Magma,
Jel, dan Bubuk.
Kelebihan :
·
relatif
aman,
·
praktis,
ekonomis,
·
meminimalkan
ketidak nyamanan
pada klien dan dengan efek samping yang paling kecil.
Kekurangan :
·
bioavaibilitasnya
banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor,
·
iritasi pada
saluran cerna, perlu kerjasama dengan penderita (tidak bisa diberikan pada
penderita koma),
·
timbul efek
lambat, tidak bermanfaat untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar,
tidak kooperatif; untuk obat iritatif
·
rasa tidak
enak penggunaannya terbatas,
·
obat yang
inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak bermanfaat (penisilin G,
insulin),
·
obat
absorpsi tidak teratur, kerja obat oral lebih lambat dan efeknya lebih lama.
2. Sublingual
Obat sublingual dirancang
supaya setelah diletakkan di bawah lidah dan kemudian larut, mudah diabsorbsi,
Tidak melalui hati sehingga tidak diinaktif, Dari selaput di bawah lidah
langsung ke dalam aliran darah, sehingga efek yang dicapai lebih cepat. Hanya
untuk obat yang bersifat lipofil. Obat yang diberikan dibawah lidah tidak boleh
ditelan.
Kelebihan :
·
obat cepat,
tidak diperlukan kemampuan menelan,
·
kerusakan
obat di saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari
(tidak lewat vena porta).
Kekurangan :
·
absorbsi
tidak adekuat,
·
kepatuhan
pasien kurang (compliance),
·
mencegah
pasien menelan.
3. Bukal
Pemberian obat melalui rute
bukal dilakukan dengan menempatkan obat padat di membran mukosa pipi sampai
obat larut. Klien harus diajarkan untuk menempatkan dosis obat secara
bergantian di pipi kanan dan kiri supaya mukosa tidak iritasi, diperingatkan
untuk tidak mengunyah atau menelan obat atau minum air bersama obat.
Kelebihan :
·
onset cepat,
·
mencegah “first-pass effect”
·
tidak
diperlukan kemampuan menelan
Kekurangan :
·
absorbsi
tidak adekuat,
·
kepatuhan
pasien kurang (compliance),
·
mencegah
pasien mnelan
4. Parenteral
Rute parenteral adalah
memberikan obat dengan meninginjeksi ke dalam jaringan tubuh, obat yang cara
pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui saluran pencernaan) tetapi
langsung ke pembuluh darah. Misalnya sediaan injeksi atau suntikan. Tujuannya
adalah agar dapat langsung menuju sasaran.
Kelebihan :
·
bisa untuk
pasien yang tidak sadar,
·
sering
muntah dan tidak kooperatif,
·
tidak dapat
untuk obat yang mengiritasi lambung,
·
dapat
menghindari kerusakan obat di saluran cerna dan hati, bekerja cepat dan dosis
ekonomis.
Kekurangan :
·
kurang aman
karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi jika
terjadi kesalahan,
·
tidak
disukai pasien,
·
berbahaya
(suntikan – infeksi).
Pemberian parenteral meliputi
empat tipe utama injeksi berikut:
a. Intravena (iv) : Tidak
mengalami tahap absorpsi. Obat langsung dimasukkan ke pembuluh darah sehingga
kadar obat di dalam darah diperoleh dengan cepat, tepat dan dapat disesuaikan
langsung dengan respons penderita.
Kelebihan :
·
cepat
mencapai konsentrasi,
·
dosis tepat,
·
mudah
menitrasi dosis
kekurangan :
·
obat yang
sudah diberikan tidak dapat ditarik kembali, sehingga efek toksik lebih mudah
terjadi.
·
Jika
penderitanya alergi terhadap obat, reaksi alergi akan lebih terjadi.
·
Pemberian
intravena (iv) harus dilakukan perlahan-lahan sambil mengawasi respons
penderita.
·
konsentrasi
awal tinggi toksik, invasive resiko infeksi,
·
memerlukan
keahlian.
b. Intramuscular (im) : Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan
kelengkapan absorpsi. Obat yang sukar larut seperti dizepam dan penitoin akan
mengendap di tempat suntikan sehingga absorpsinya berjalan lambat, tidak
lengkap dan tidak teratur.
Kelebihan :
·
tidak
diperlukan keahlian khusus,
·
dapat
dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak,
·
absorbsi
cepat obat larut dalam air.
Kekurangan :
·
rasa sakit,
tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darah (Clotting time),
·
bioavibilitas
bervariasi, obat dapat menggumpal pada lokasi penyuntikan.
c. Subkutan (SC) : Hanya boleh
dilakukan untuk obat yang tidak iritatif terhadap jaringan. Absorpsi biasanya
berjalan lambat dan konstan, sehingga efeknya bertahan lebih lama. Absorpsi
menjadi lebih lambat jika diberikan dalam bentuk padat yang ditanamkan dibawah
kulit atau dalam bentuk suspensi. Pemberian obat bersama dengan vasokonstriktor
juga dapat memperlambat absorpsinya Penyuntikkan dibawah kulit
Kelebihan :
·
diperlukan
latihan sederhana,
·
absorbs cepat
obat larut dalam air,
·
mencegah
kerusakan sekitar saluran cerna.
Kekurangan :
·
dalam
pemberian subkutan yaitu rasa sakit dan kerusakan kulit,
·
tidak dpat
dipakai jika volume obat besar,
·
bioavibilitas
bervariasi sesuai lokasi.
·
Efeknya agak
lambat
d. Intrathecal:
obat langsung dimasukkan ke dalam ruang subaraknoid spinal, dilakukan bila
diinginkan efek obat yang cepat dan setempat pada selaput otak atau sumbu cerebrospinal seperti pada
anestesia spinal atau pengobatan infeksi SSP yang akut.
5. Implantasi
Kelebihan :
·
Bentuk oral
pellet steril,
·
obat
dicangkokkan dibawah kulit, terutama digunakan untuk efek sistemik lama,
misalnya obat-obat hormon kelamin (estradiol dan testoteron)
kekurangan :
·
Resorpsinya
lambat,
·
satu pellet
dapat melepaskan zat aktifnya secara perlahan-lahan selama 3-5 bulan lamanya.
6. Rektal
obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan
mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek
local. Bentuknya suppositoria dan clysma obat pompa. Pemberian obat perektal
memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat bentuk oral, namun
sayangnya tidak semua obat disediakan supositoria.
Kelebihan :
·
Baik sekali
untuk obat yang dirusak oleh asam lambung,
·
diberikan
untuk mencapai takaran yang cepat dan tepat,
·
tidak dapat
dipakai jika pasien tidak biasa per-oral,
·
tidak dapat
mencegah “first-pass-metabolism”,
·
pilihan
terbaik untuk anak-anak.
Kekurangan :
·
absorbsi
tidak adekuat,
·
banyak
pasien tidak nyaman / risih per-rektal.
7. Transdermal
Transdermal adalah rute
administrasi dimana bahan aktif yang disampaikan dikulit untuk distribusi
sistemik. Cara pemakaian melalui permukaan kulit, berupa plester. Obat menyerap
secara perlahan dan kontinyu, masuk ke sistem peredaran darah, langsung ke
jantung.
Umumnya untuk gangguan jantung misalnya angina pectoris, tiap dosis dapat bertahan 24 jam.
Umumnya untuk gangguan jantung misalnya angina pectoris, tiap dosis dapat bertahan 24 jam.
Kelebihan :
·
Durasi yang
lama dari tindakan yang mengakibatkan penurunan frekuensi dosis,
·
Peningkatan
kenyamanan untuk mengelolah obat-obatan yang tidak akan membutuhkan dosis
sering,
·
meningkatkan
bioavaibilitas,
·
lebih
seragam plasma level,
·
mengurangi
efek samping dan terapi karena pemeliharaan kadar plasma sampai akhir interval
pemberian dosis,
·
Obat
terhindar dari first passed effect,
·
terhindar
dari degradasi oleh saluran gastro interstinal,
·
Absorbsi
obat relative konstan dan kontinyu.
Kekurangan :
·
Memiliki
koefisien partisi sedang (larut dalam lipid maupun air),
·
memiliki
titik lebut yang relative rendah,
·
memiliki
effective dose yang relative rendah,
·
range obat
terbatas (terutama terkait untuk molekulnya),
·
dosis harus
kecil,
·
kemungkinan
terjadinya iritasi dan sensitivitas kulit, tidak semua bagian tubuh dapat
menjadi tempat aplikasi obat-obat transdermal. Misalnya telapak kaki,dll,
8. Inhalasi
Inhalasi yaitu pemberian obat
melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang
sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara local, pada
salurannya, misalnya salbutamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau
dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen. Obat diberikan untuk disedot
melalui hidung atau mulut atau disemprotkan Penyerapan dapat terjadi pada
selaput mulut, tenggorokan dan pernafasan. Bentuk sediaan : Gas dan Zat padat,
tetapi bisa juga mempunyai efek sistemik.
Kelebihan :
·
absorpsi
terjadi cepat dan homogen,
·
kadar obat
dapat terkontrol,
·
terhindar
dari efek lintas pertama dan dapat diberikan langsung kepada bronkus.
Kekurangan :
·
Metode ini lebih sulit dilakukan,
·
memerlukan alat
dan metode khusus, s
·
sukar mengatur
dosis
·
sering
mengiritasi paru.
9. Intranasal
Pemberian obat secara intranasall
merupakan alternative ideal untuk menggantikan sistem penghantaran obat
sistemik parenteral.
Kelebihan :
·
Pencegahan
eliminasi lintas perta hepatic
·
Metabolisme
dinding saluran cerna atau destruksi obat disaluran cerna kecepatan dan jumlah
absorpsi
·
Profil
konsentrasi obat versus waktu relatif sebanding dengan pengobatan secara
intravena
Kekurangan :
·
Secara kosmetik
tidak menarik
·
Absorbsi tidak
adekuat
10. Pervaginam
Obat diberikan melalui selaput
lendir/mukosa vagina, Diberikan pada antifungi dan anti kehamilan, Obat yang
dimasukkan pada umumnya bekerja secara local. Obat ini tersedia dalam bentuk
krim, tablet yang dapat larut dengan perlahan ataupun dapat juga dalam bentuk
salep dan suppositoria
Kelebihan :
·
Obat cepat
bereaksi
·
Efek yang
ditimbulkan bersifat lokal
Kekurangan :
·
Dapat
membangkitkan rasa malu
·
Kesulitan dalam
melakukan prosedur terhadap wanita lansia
·
Setiap rabas
yang keluar memungkinkan berbau busuk
11. Topikal
Pemberian topikal dilakukan
dengan mengoleskannya disuatu daerah kulit, memasang balutan yang lembab,
merendam bagian tubuh dalam larutan, atau menyediakan air mandi yang dicampur
obat. Obat diberikan secara topikal dengan menggunakan cakram atau lempeng transdermal.
Contoh : nitrogliserin, skopolamin, fentanil, dan estrogen. Cakram melindungi
salep obat pada kulit.. Obat topikal ini dapat diberikan sekurang-kurangnya 24
jam sampai tujuh hari.
Kelebihan :
·
untuk efek
local; efek smping sistemik minimal,
·
mencegah
“first-pass effect”,
·
untuk efek
sistemik, menyerupai IV infuse (zero-order),
kekurangan :
·
secara
kosmetik kurang menarik,
·
absorbsi
tidak menentu.
2.5Cara
Menyimpan Obat
Cara
Menyimpan Obat
Masa
penyimpanan semua jenis obat mempunyai
batas waktu, karena lambat laun obat akan terurai secara kimiawi akibat
pengaruh cahaya, udara dan suhu. Akhirnya khasiat obat akan berkurang.
Tanda-tanda kerusakan obat kadang kala tampak dengan jelas, misalnya bila
larutan bening menjadi keruh dan bila warna suatu krim berubah tidak seperti
awalnya ataupun berjamur. Akan tetapi dalam proses rusaknya obat tidak dapat
dilihat dengan mata telanjang. Bentuk dan baunya obat tidak berubah, namun
kadar zat aktifnya sudah banyak berkurang, atau terurai dengan membentuk
zat-zat beracun. berkurangnya zat aktif hanya dapat ditetapkan dengan analisa
di laboratorium. Menurut aturan internasional, kadar obat aktif dalam suatu
sediaan diperbolehkan menurun sampai maksimal 10%, lebih dari 10% dianggap
terlalu banyak dan obat harus dibuang.
Aturan
penyimpanan
Guna
memperlambat penguraian, maka semua obat sebaiknya disimpan di tempat yang
sejuk dalam wadah asli dan terlindung dari lembab dan cahaya. Dan hendaknya di
suatu tempat yang tidak bisa dicapai oleh anak-anak, agar jangan dikira sebagai
permen berhubung bentuk dan warnanya kerapkali sangat menarik. Obat-obat
tertentu harus disimpan di lemari es dan persyaratan ini selalu dicantumkan
pada bungkusnya, misal insulin.
Lama penyimpanan
obat
Masa
penyimpanan obat tergantung dari kandungan dan cara menyimpannya. Obat yang
mengandung cairan paling cepat terurainya, karena bakteri dan jamur dapat
tumbuh baik di lingkungan lembab. Maka itu terutama obat tetes mata, kuping dan hidung, larutan, sirup dan salep
yang mengandung air/krim sangat terbatas jangka waktu kadaluwarsanya. Pada
obat-obat biasanya ada kandungan zat pengawet, yang dapat merintangi
pertumbuhan kuman dan jamur. Akan tetapi bila wadah sudah dibuka, maka zat
pengawetpun tidak dapat menghindarkan rusaknya obat secara keseluruhan. Apalagi
bila wadah sering dibuka-tutup. mis. dengan tetes mata, atau mungkin
bersentuhan dengan bagian tubuh yang sakit, mis. pipet tetes mata, hidung atau
telinga. Oleh karena itu obat hendaknya diperlakukan dengan hati-hati, yaitu
setelah digunakan, wadah obat perlu ditutup kembali dengan baik, juga
membersihkan pipet/sendok ukur dan mengeringkannya. Di negara2 maju pada setiap
kemasan obat harus tercantum bagaimana cara menyimpan obat dan tanggal
kadaluwarsanya, diharapkan bahwa di kemudian hari persyaratan ini juga akan
dijalankan di Indonesia secara menyeluruh. Akan tetapi, bila kemasan aslinya
sudah dibuka, maka tanggal kadaluwarsa tsb tidak berlaku lagi. Dalam daftar di
bawah ini diberikan ringkasan dari jangka waktu penyimpanan dari sejumlah obat,
bila kemasannya sudah dibuka. Angka2 ini
hanya merupakan pedoman saja, dan hanya berlaku bila obat disimpan
menurut petunjuk2 yang tertera dalam aturan pakai
Jangka waktu penyimpanan
tab/kap
|
3 tahun
|
salep mata
|
6 bulan
|
salep/pasta (tube)
serbuk/tabor
pil
krim/gel (tube)
larutan tetesan
suspensi
|
3 tahun
1 tahun
1 tahun
6 bulan
6 bulan
6 bulan
|
salep/pasta
pot cairan untuk kulit
tet .telinga
tet/sempr.hidung
krem (pot)
tet/bilasan mata
|
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3 bulan
3 bulan
1 bulan
|
2.6 Proses Keperawatan Pemberian Obat
1.
Pengkajian
Untuk menetapkan kebutuhan terhadap
tarapi obat dan respon potensial terhadap terapi obat, perawat mengkaji banyak
faktor.
Riwayat medis
Riwayat medis memberi indikasi atau
kontraindikasi terhadap terapi obat. Penyakit atau gangguan membuat klien
berisiko terkena efek samping yang merugikan. Contoh, jika seorang klien
mengalami ulkus lambung cenderung mengalami perdarahan maka senyawa yang
mengandung aspirin atau antikoagulasi akan meningkatkan kemungkinan perdarahan.
Riwayat pembedahan klien dapat mengindikasikan obat yang digunakan. Contoh,
setelah tiroidektomi , seorang klien membutuhkan penggantian hormon.
Data obat
Perawat mengkaji informasi tentang
setiap obat, termasuk kerja, tujuan, dosis normal, rute pemberian, efek
samping, dan implikasi keerawatan dalam pemberian dan pengawasan obat. Beberapa
sumber harus sering dikonsultasi untuk memperoleh keterangan yang dibutuhkan.
Perawat bertanggung jawab untuk mengetahui sebanyak mungkin informasi tentang
obat yang diberikan. Banyak mahasiswa keperawatan menyiapkan atau membeli kartu
atau buku yang memuat keterangan obat untuk mereka gunakan sebagai rujukan
cepat.
Sikap klien terhadap penggunaan obat
Sikap klien terhaadap obat
menunjukkan tingkat ketergantungan pada obat. Klien seringkali enggan
mengungkapkan perasaannya tentang obat,khususnya jika klien mengalami
ketergantungan obat. Untuk mengkaji sikap klien, perawat perlu mengobservasi
perilaku klien yang mendukung bukti ketergantungan obat.
2.
Diagnosa keperawatan
Pengkajian memberi data tentang
kondisi klien, kemampuannya dalam menggunakan obat secara mandiri, dan pola
penggunaan obat.
Contoh diagnosa keperawatan NANDA untuk terapi obat.
Kurang pengetahuan tentang terapi obat yang
berhubungan dengan :
1.
Kurang informasi dan pengalaman
2.
Keterbatasan kognitif
3.
Tidak mengenal sumber informasi
Ketidakpatuhan tehadap terapi obat yang berhubungan
dengan :
1.
Sumber ekonomi yang terbatas
2.
Keyakinan tentang kesehatan
3.
Pengaruh budaya
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan :
1.
Penurunan kekuatan
2.
Nyeri dan ketidaknyamanan
Perubahan sensori atau persepsi yang berhubungan
dengan :
1.
Pandangan kabur
Ansietas yang berhubungan dengan :
1.
Status kesehatan yang berubah atau terancam
2.
Status sosial ekonomi yang berubah atau terancam
3.
Pola interaksi yang berubah atau terancam
Gangguan menelan yang berhubungan dengan :
1.
Kerusakan neuromuscular
2.
Iritasi rongga mulut
3.
Kesadaran yang terbatas
Penatalaksanaan program terapiutik tidak efektif yang
berhubungan dengan :
1.
Terapi obat yang kompleks
2.
Pengetahuan yang
kurang
3.
Perencanaan
Perawat mengatur aktivitas perawatan
untuk memastikan bahwa tehnik pemberian obat aman. Perawat juga dapat
merencanakan untuk menggunakan waktu selama memberikan obat. Pada situasi klien
belajar menggunakan obat secara mandiri, perawat dapat merencanakan untuk
menggunakan semua sumber pengajaran yang tersedia. Apabila klien dirawat
di rumah sakit,sangat penting bagi perawat untuk tidak menunda pemberian intruksi
sampai hari kepulangan klien. Perawat harus mengkaji klien secara komprehensif
dan mengidentifikasi faktor fisik, psikologis, ekonomi atau sosial yang membuat
klien tidak mampu dengan konsisten menggunakan obat secara mandiri. Misalnya,
klien menderita arthritis yang membuatnya sulit pergi ke apotek. Perawat,
dengan bantuan tenaga kesehatan lain,bekerja sama mencari jalan keluar untuk
masalah ini sebelum klien dipulangkan. Apabila klien baru didiagnosis dan
membutuhkan obat, misalnya, dalam rencana asuhan keperawatan, perawat data
merujuk klien untuk dirawat di rumah. Perawat penyelenggara perawatan kesehatan
di rumah dapat membantu klien menyusun jadwal pengobatan yang disesuaikan
dengan rutinitas di rumah.
Baik,seorang klien mencoba
menggunakan obat secara mandiri maupun perawat bertanggung jawab memberikan
obat, sasaran berikut harus dicapai :
1. Tidak ada komplikasi yang timbul akibat rute
pemberian obat yang digunakan.
2. Efek terapiutik obat yang diprogramkan dicapai
dengan aman sementara kenyamanan klien tetap dipertahankan.
3. Klien dan keluarga memahami terapi obat.
4. Pemberian obat secara mandiri dilakukan dengan
aman.
4. Implementasi
Transkripsi yang benar dan mengomunikasikan program
Intervensi keperawatan berfokus pada
pemberian obat yang aman dan efektif.Intervensi dilakukan dengan menyiapkan
obat secara cermat, memberikannya dengan benar, dan memberi klien penyuluhan.
Setiap kali suatu dosis obat disiapkan, perawat mengacu pada format atau label
obat. Dengan sistem unit-dosis, hanya satu diperlukan transkripsi, sehingga
kemungkinan terjadinya kesalahan dibatasi. Ketika mentranskripsi resep, perawat
harus yakin bahwa nama,dosis,dan simbol obat dapat dibaca. Perawat terdaftar
(registered nurse) membandingkan semua program yang ditranskripsi dengan
program yang asli untuk memastikan keakuratan dan kelengkapannya. Perawat yang
memberi obat yang salah atau dosis yang tidak tepat bertanggung jawab secara
hukum.
5.
Evaluasi
Perawat memantau respon klien
terhadap obat secara berkesinambungan. Untuk melakukan ini,perawat harus
mengetahui kerja terapiutik dan efek samping yang umum muncul dari setiap obat.
Perawat harus mewaspadai reaksi yang akan timbul ketika klien mengkonsumsi
beberapa obat. Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi keperawatan sambil
memenuhi sasaran keperawatan yang ditetapkan, perawat melakukan langkah-langkah
evaluasi untuk mengidentifikasi hasil akhir yang aktual.
Berikut adalah contoh langkah
evaluasi untuk menentukan bahwa ada komplikasi yang terkait dengan rute
pemberian obat :
1. Mengobservasi adanya memar, implamasi , nyeri
setempat, atau perdarahan di tempat injeksi.
2. Menanyaan klien tentang adanya rasa baal atau rasa
kesemutan di tempat injeksi.
3. Mengkaji adanya gangguan saluran cerna, termasuk
mual, muntah, dan diare pada klien.
4. Menginspeksi tempat IV untuk mengetahui adanya
feblitis, termasuk demam, pembengkakkan dan nyeri tekan setempat.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Pemberian
obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas terpenting perawat. Obat
adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati klien yang
memiliki masalah ksehatan. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal,
beberapa obat dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan
efek yang berbahaya bila tidak tepat diberikan. Perawat bertanggung jawab
memahami kerja obat dan efek samping yang ditimbulkkan, memberikan obat dengan
tepat, memantau respon klien, dan membantu klien menggunakannnya dengan benar
serta berdasarkan pengetahuan.
Perawat
merupakan tenaga kesehatan yang paling tepat untuk memberikan obat dan
meluangkan sebagian besar bersama klien.Hal ini membuat perawat berada pada
posisi yang ideal untuk memantau respon klien terhadap pengobatan,memberikan
pendidikan untuk klien dan keluarga tentang pengobatan dan menginformasikan
dokter kapan obat efektif,tidak efektif,atau tidak lagi dibutuhkan. Perawat
bukan sekedar memberikan obat kepada klien.Perawat harus menentukan apakah
seorang klien harus menerima obat pada waktunya dan mengkaji kemampuan klien
untuk menggunakan obat secara mandiri.Perawat menggunakan proses keperawatan
untuk mengintegrasi terapi obat ke dalam perawatan.
B. SARAN
Setiap obat merupakan racun yang yang dapat
memberikan efek samping yang tidak baik jika kita salah menggunakannya. Hal ini
tentunya dapat menimbulkan kerugian bahkan akibatnya bias fatal. Oleh karena
itu, kita sebagai perawat kiranya harus melaksanakan tugas kita dengan
sebaik-baiknya tanpa menimbulkan masalah-masalah yang dapat merugikan diri kita
sendiri maupun orang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Potter&perry,1999, Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Jakarta: EGC