Makalah Sifat Kerja Obat, Rute Pemberian Obat, dan Faktor yang Mempengaruhi Kerja Obat


BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
Obat merupakan terapi primer yang berhubungan dengan penyembuhan penyakit.Tidak peduli dimanapun klien menerima pelayanan kesehatan,rumah sakit,klinik,atau di rumah,perawat memegang peranan penting dalam persiapan dan pemberian obat,mengajarkan cara menggunakan obat dan mengevaluasi respons klien terhadap pengobatan.
Pada masa perawatan dan penyembuhan,perawat memegang peranan penting dalam memberikan obat secara tepat waktu kepada klien,serta memastikan klien atau keluarganya telah mengerti dan siap memberikan obat jika klien dipulangkan ke rumah. Di setiap tatanan pelayanan kesehatan, perawat bertanggung jawab mengevaluasi efek obat terhadap kesehatan klien,mangajari klien tentang obat dan efek sampingnya,memastikan kepatuhan terhadap regimen obat,serta mengevaluasi kemampuan klien dalam menggunakan obat sendiri. Pada beberapa kasus, perawat secara langsung mengajarkan dan mengevaluasi anggota keluarga klien yang mampu memberikan obat

1.2     RUMUSAN MASALAH
1. Legislasi dan Standar Obat
2. Sifat Kerja Obat
3. Faktor Yang Mempengaruhi Kerja Obat
4. Rute Pemberian Obat
5.Cara Menyimpan Obat
6. Proses Keperawatan
1.3     TUJUAN
1. Mengetahui legislasi dan standar obat
2. Mengetahui sifat kerja obat
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kerja obat
4. Mengetahui rute pemberian obat
5. Mengetahui Cara Penyimpanan obat
6. Mengerti askep dalam pemberian obat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Standar Obat
     Pada tahun 1906 pemerintah Amerika Serikat menetapkan standar kualitas dan kemurnian obat berdasarkan pure food and drug act (undang-undang makanan dan obat murni). Publikasi resmi, seperti USP dan National Formulary, menetapkan standar kekuatan, kualitas, kemurnian, pengepakan, keamananan, pelabelan, dan bentuk dosis obat. Di kanada, Britisih Pharmacopoeia (BP) menetapkan standar yang sama. Dokter, perawat, dan ahli farmasi yang menggunakan standar ini untuk memastikan klien menerima obat yang alami dalam dosis yang aman dan efektif. Standar yang diterima masyarakat harus memenuhi kriteria berikut:
1.                           Kemurnian. pabrik harus memenuhi standar kemurnian untuk tipe dan konsentrasi zat lain yang diperbolehkan dalam produksi obat.
2.                           Potensi. Konsentrasi obat aktif dalam preparat obat memengaruhi kekuatan atau potensi obat.
3.                           Bioavailability. kemampuan obat untuk lepas dari bentuk dosisnya dan melarut, diabsropsi, dan diangkut tubuh ke tempat kerjanya disebut bioavailability.
4.                           Kemanjuran. Pemeriksa laboratorium yang terinci dapat membantu menentukan efektivitas obat.
5.                           Keamanan. Semua obat harus terus dievaluasi untuk menentukan efek samping obat tersebut.

2.2 Sifat Kerja Obat
     Obat bekerja menghasilkan efek terapeutik yang bermanfaat. Sebuah obat tidak menciptakan suatu fungsi di dalam jaringan tubuh atau organ, tetapi mengubah fungsi fisiologis.obat dapat melindungi sel dari pengaruh agens kimia lain,meningkatkan fungsi sel,atau mempercepat atau memperlambat proses kerja sel.obat dapat menggantikan zat tubuh yang hilang(contoh insulin,hormon tiroid,dan estrogen).


Mekanisme Keja
      Obat menghasilkan kerja dengan mengubah cairan tubuh atau membran sel atau dengan berinteraksi dengan tempat reseptor.jel aluminium hidroksida obat nengubah zat kimia suatu cairan tubuh (khususnya dengan menetralisasi kadar asam lambung).obat-obatan,misalnya gas anestesi umum,berinteraksi dengan membram sel.setelah sifat sel berubah,obat mengeluarkan pengaruhnya.mekanisme kerja obat yang paling umum adalah terikat pada tempat reseptor sel.reseptormelokalisasi efek obat.tempat reseptor berinteraksi dengan obat karena memiliki bentuk kimia yang sama.obat dan reseptor saling berikatan seperti gembok dan kuncinya.ketika obat dan reseptor saling berikatan,efekt terapeutik dirasakan.setiap jaringan atau sel dalam tubuh memiliki kelompok reseptor yang unik.misalnya,reseptor pada sel jantung berespon terhadap preparat digitalis.
1.      Farmakokinetik
      Farmakokinetik adalah ilmu tentang cara obat masuk kedalam tubuh,mencapai tempat kerjanya,dimetabolisme,dan keluar dari tubuh.dokter dan perawat menggunakan pengetahuan farmakokinetiknya ketika memberikan obat,memilih rute pemberian obat,menilai resiko perubahan kerja obat,dan mengobservasi respon klien.
2.      Farmakodinamik
a.       Absorpsi
      Absorpsi adalah cara molekul obat masuk ke dalam darah.kebanyakan obat,kecuali obat yang di gunakan secara topikal untuk memperoleh efek lokal,harus masuk ke dalam sirkulasi sistemik untuk menghasilkan efek yang terapeutik.faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat antra lain rute pemberian obat,daya larut obat,dan kondisi di tempat absorpsi.
      setiap rute pemberian obat memiliki pengaruh yang berbeda pada absorpsi obat,bergantung pada struktur fisik jaringan. Kulit relatif tidak dapat ditembus zat kimia, sehingga absorpsi menjadi lambat. Membran mukosa dan saluran napas mempercepat absorpsi akibat vaskularitas yang tinggi pada mukosa dan permukaan kapiler-alveolar. Pencernaan untuk diabsorpsi, kecepatan absorpsi secara keseluruhan melambat. Injeksi intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat karena dengan rute ini obat dengan cepat masuk kedalam sirkulasi sistematik.
      Daya larut obat yang diberikan per-oral setelah di ingesti sangat bergantung pada bentuk atau preparat obat tersebut. Larutan dan suspensi yang tersedia dalam bentuk cair, lebih mudah diabsorpsi dari pada tablet atau kapsul. Bentuk dosis padat harus dipecah terlebih dahulu untuk memajankan zat kimia pada sekresi lambung dan usus halus. Obat yang asam melewati mukosa lambung dengan cepat. Obat yang bersifat basa tidak terabsorpsi sebelum mencapai usus halus.
      Kondisi di tempat absorpsi memengaruhi kemudahan obat masuk kedalam sirkulasi sistemik. Apabila kulit tergores,obat topikal lebih mudah diabsorpsi. Obat topikal yang biasanya diprogramkan untuk memeroleh efek lokal dapat menimbulkan reaksi yang serius ketika diabsorpsi melalui lapisan kulit. Adanya edema pada membran mukosa memperlambat absorpsi obat karena obat membutuhkan waktu yang lama untuk berdifusi kedalam pembuluh darah. Absorpsi obat parenteral yang diberikan bergantung pada suplai darah dalam jaringan. Sebelum memberikan sebuah obat melalui injeksi, perawat harus mengkaji adanya faktor lokal, misalnya edema, memar atau adanya jaringan parut bekas luka, yang menurunkan absorpsi obat. Karena otot memiliki suplai darah yang lebih banyak dari pada jaringan subkutan (SC), obat yang diberikan per intramuskular(melalui otot)diabsorpsi lebih cepat dari pada obat yang disuntikkan per subkutan. Pada beberapa kasus, absorpsi subkutan yang lambat lebih dipilih karena menghasilkan efek yang dapat bertahan lama. Apabila perfusi jaringan klien buruk, misalnya pada kasus syok sirkulasi, rute pemberian obat yang tetrbaik adalah melalui intravena. Pemberian obat intravena menghasilkan absorpsi yang paling cepat dan dapat diandalkan.
      Obat oral lebih mudah diabsorpsi, jika diberikan diantara waktu makan. Saat lambung berisi makanan, isi lambung secara perlahan diangkut ke duodenum, sehingga absorpsi obat melambat. Beberapa makanan dan antasida membuat obat berikatan membentuk kompleks yang tidak dapat melewati lapisan saluran cerna. Contoh, susu menghambat absorpsi zat besi dan tetrasiklin. Beberapa obat hancur akibat peningkatan keasaman isi lambung dan pencernaan protein selama makan. Selubung enterik pada tablet tertentu tidak larut dalam getah lambung. Sehingga obat tidak dapat dicerna di dalam saluran cerna bagian atas. Selubung juga melindungi lapisan lambung dari iritasi obat.
      Rute pemberian obat diprogramkan oleh pemberi perawatan kesehatan. Perawat dapat meminta obat diberikan dalam cara atau bentuk yang berbeda, berdasarkan pengkajian fisik klien. Contoh, bila klien tidak dapat menelan tablet maka perawat akan meminta obat dalam bentuk eliksir atau sirup. Pengetahuan tentang faktor yang dapat mengubah atau menurunkan absorpsi obat membantu perawat melakukan pemberian obat dengan benar. Makana didalam saluran cerna dapat mempengaruhi pH, motilitas, dan pengangkutan obat kedalam saluran cerna. Kecepatan dan luas absorpsi juga dapat dipengaruhi oleh makanan. Perawat harus mengetahui implikasi keperawatan untuk setiap obat yang diberikan. Contohnya, obat seperti aspirin,zat besi, dan fenitoin natrium(dilantin) mengiritasi saluran cerna dan harus diberikan bersama makanan, atau segera setelah makan. Bagaimanapun, makanan dapat mempengaruhi absorpsi, misalnya kloksasilin natrium dan penilisin. Obat-obatan tersebut harus diberikan sampai dua jam sebelum makan atau dua sampai tiga jam setelah makan. Sebelum memberikan obat, perawat harus memeriksa buku obat keperawatan, informasi obat, atau berkonsultasi dengan apoteker rumah sakit mengenai interaksi obat dan nutrien.
b.      Distribusi
      Setelah diabsorpsi, obat didistribusikan didalam tubuh ke jaringan dan organ tubuh dan akhirnya ketempat kerja obat tersebut. Laju dan luas distribusi bergantung pada sifat fisik dan kimia obat dan struktur fisiologis individu yang menggunakannya.
c.  Metabolisme
-Setelah mencapai tempat kerjanya, obat dimetabolisasi menjadi bentuk tidak aktif, sehingga lebih mudah di eksresi
 -Sebagian besar biotransformasi berlangsung di bawah pengaruh enzim yang mendetoksifikasi, mengurai (memecah), dan melepas zat kimia aktif secara biologis.
Kebanyakan biotransformasi berlangsung di dalam hati, walaupun paru-paru, ginjal, darah dan usus juga memetabolisasi obat.
- Hati sangat penting karena strukturnya yang khusus mengoksidasi dan mengubah banyak zat toksik
- Hati mengurai banyak zat kimia berbahaya sebelum didistribusi ke jaringan
- Penurunan fungsi hati yang terjadi seiring penuaan atau disertai penyakit hati mempengaruhi kecepatan eliminasi obat dari tubuh.
- Perlambatan metabolisme yang dihasilkan membuat obat terakumulasi di dalam tubuh, akibatnya klien lebih berisiko mengalami toksisitas obat.
d. Eksresi
- Setelah dimetabolisme, obat keluar dari tubuh melalui ginjal, hati, usus dan kelenjar eksokrin.
- Kelenjar eksokrin mengekskresi obat larut lemak, ketika obat keluar melalui kelenjar keringat, kulit dapat mengalami iritasi
- Perawat membantu klien melakukan praktik hygiene yang baik untuk meningkatkan kebersihan dan intergritas kulit
- Apabila obat keluar melalui kelenjar mamae, bayi yang disusui dapat mengabsorpsi zat kimia obat tersebut, resiko pada bayi yang menerima obat dan resiko pada ibu yang tidak mendapatkan obat harus dipertimbangkan dengan cermat.
- Saluran cerna adalah jalur lain eksresi obat. Banyak obat masuk kedalam sirkulasi hati untuk dipecah oleh hati dan dieksresi kedalam empedu. Setelah zat kimia masuk kedalam usus melalui saluran empedu, zat tersebut diabsorpsi kembali oleh usus
- Faktor-faktor yang meningkatkan peristaltic, misalnya laksatif dan enema, mempercepat eksresi obat melalui feses, sedangkan factor-faktor yang memperlambat misalnya tidak melakukan aktivitas atau diet yang tidak tepat akan memperpanjang efek obat.
- Ginjal adalah organ utama eksresi obat, apabila fungsi ginjal menurun, yang merupakan perubahan yang umum terjadi dalam penuaan, risiko toksisitas meningkat
- Apabila ginjal tidak dapat mengeluarkan obat secara adekuat dosis obat perlu dikurangi
- Apabila asupan cairan yang normal dipertahankan, obat akan dieliminasi dengan tepat

2.3 Faktor Yang Memengaruhi Kerja Obat   
            Akibat perbedaan cara dan tipe kerja obat,respon terhadap obat sangat bervariasi.Faktor selain karakteristik  obat juga mempengaruhi kerja obat.Klien mungkin tidak memberi respon yang sama terhadap setiap dosis obat yang diberikan.Begitu juga obat yang sama dapat menimbulkan respons yang berbeda pada klien yang berbeda.   
1.      Perbedaan Genetik
Susunan genetik memepengaruhi biotransformasi obat.Pola metabolik dalam keluarga seringkali sama.Faktor genetik menentukan apakah enzim yang terbentuk secara alami ada untuk meembantu penguraian obat.Akibatnya anggota keluarga sensitif terhadap suatu obat. 
2.      Variabel Fisiologi
Perbedaan hormonal antara pria dan wanita mengubah metabolisme obat tertentu.hormon dan obat saling bersaing dalam biotransformasi karena kedua senyawa tersebut terurai dalam proses metabolik yang sama..Variasi diurnal pada sekresi estrogen bertanggung jawab untuk fluktuasi siklik reaksi obat yang dialami wanita.Usia berdampak langsung pada kerja obat.Bayi tidak memiliki banyak enzim yang diperlukan untuk metabolisme obat normal.Sejumlah perubahan fisiologis yang menyertai penuaan memengaruhi respon terhadap terapi obat.Sistem tubuh mengalami perubahan fungsi dan struktur yang mengubah pengaruh obat.Perawat harus berupaya untuk meminimalkan efek obat yang berbahaya dan meningkatkan kapasitas fungsi yang tersisa pada kien.Apabila status nutrisi klien buruk,sel tidak dapat berfungsi dengan normal,sehingga biotransformasi tidak berlangsung.seperti semua fungsi tubuh,metabolisme obat bergantung pada nutrisi yang adekuat untuk membentuk enzim dan protein.Kebanyakan obat berikatan dengan protein sebelum didistribusi ke tempat kerja obat. Setiap penyakit yang merusak fungsi organ yang bertanggung jawab untuk farmakoniketik normal juga merusak kerja obat. Perubahan integritas kulit, penurunan absorpsi atau motilitas saluran cerna, dan kerusakan fungsi ginjal dan hati hanya beberapa kondisi penyakit yang berhubungan dengan kondisi yang dapat mengurangi kemanjuran obat atau membuat klien berisiko mengalami toksikasi obat.
3.      Kondisi Lingkungan
Stres fisik dan emosi yang berat akan memicu respons hormonal yang pada akhirnya menggangu metabolisme obat pada klien. Radiasi ion menghasilkan efek yang sama dengan mengubah kecepatan aktivitas enzim. panas dan dingin dapat memengaruhi respons terhadap obat. Klien hipertensi diberi vasodilator untuk mengatur tekanan darahnya. Pada cuaca panas,dosis vasodilator perlu di kurangi karnar suhu yang tinggi meningkatkan efek obat. Cuaca dingin cenderung meningkatkan vasokontriksi, sehingga dosis vasolidator perlu di tambah. Reaksi suatu obat bervariasi, bergantung pada lingkungan obat tersebut digunakan. Klien yang dilindungi dalam isolasi dan diberi analgesik memperoleh efek peredaan nyeri yang lebih kecil dibanding klien yang dirawat di ruang tempat keluarga dapat mengunjungi klien. Contoh lain ialah jika minum alkohol sendirian; efek yang timbul hanya mengantuk. Namun. Minum bersama sekelompok teman membuat individu menjadi ceria dan bergaul.
4.      Faktor Psikologis
Sejumlah faktor psikologis memengaruhi penggunaan obat dan respons terhadap obat. Sikap seseorang terhadap obat berakar dari pengalaman sebelumnya atau pengaruh keluarga. Melihat orangtua sering menggunakan obat-obatan dapat membuat anak menerimat obat sebagai bagian dari kehidupan normalnya.Makna obat atau signifikansi mengonsumsi obat mempengaruhi respon klien terhadap terapi.Sebuah obat  dapat digunakn sebagai  cara untuk mengatasi rasa tidak aman.Pada situasi ini ,klien bergantung pada obat  sebagai media koping dalam kehidupan .Sebaliknya jika klien kesal  terhadap kondisi fisik mereka ,rasa marah dan sikap bermusuhan dapat menimbulkan reaksi yang diinginkan terhadap obat.Obat seringkali memberi rasa aman .penggunaan secara teratur obat tanpa resep atau obat yang dijual bebas.misalnya vitamin,laksatif,dan aspirin,banyak orang merasa mereka dapat mengontrol kesehatannya.Prilaku perawat saat memberikan obat dapat berdampak secara signifikan pada respon klien terhadap pengobatan.Apabila perawat memberi kesan bahwa obat dapat membantu pengobatan kemungkinan akan memberi efek yang positif.Apabila perawat terlihat kurang peduli saat klien  merasa tidak nyaman,obat yang diberikan terbuktif relatif tidak efektif.  
5.       Diet  
Interaksi obat dan nutrien dapat mengubah kerja obat atau efek nutrien dapat mengubah kerja obat atau efek nutrien.Contoh vitamin K(terkandung dalam sayuran hijau berdaun)merupakan nutrien yang melawan  efek warfarin natrium(Coumadin)mengurangi efeknya pada mekanisme pembekuan darah .Minyak mineral menurunkan  absorbsi  vitamin larut lemak.Klien membutuhkan nutrisi  tambahan ketika mengonsumsi  obat yang menurunkan efek nutrisi .Menahan konsumsi nutrien tertentu dapat menjamin efek terapeutik obat.

2.4 Rute pemberian obat
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat serta tempat kerja yang diinginkan. Pemberian obat ikut juga dalam menentukan cepat lambatnya dan lengkap tidaknya resorpsi suatu obat. Tergantung dari efek yang diinginkan, yaitu efek sistemik (di seluruh tubuh) atau efek lokal (setempat) dapat dipilih di antara berbagai cara untuk memberikan obat.
1.      Oral
Oral adalah  rute  pemberian yang paling umum dan palin g banyak dipakai karena ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorbsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN. Bentuk sediaan obatnya dapat berupa Tablet, Kapsul, Larutan (solution), Sirup, Eliksir, Suspensi, Magma, Jel, dan Bubuk.
Kelebihan        :
·         relatif aman,
·          praktis, ekonomis,
·          meminimalkan ketidak nyamanan pada klien dan dengan efek samping yang paling kecil.
Kekurangan     :
·         bioavaibilitasnya banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor,
·          iritasi pada saluran cerna, perlu kerjasama dengan penderita (tidak bisa diberikan pada penderita koma),
·          timbul efek lambat, tidak bermanfaat untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar, tidak kooperatif; untuk obat iritatif
·         rasa tidak enak penggunaannya terbatas,
·         obat yang inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak bermanfaat (penisilin G, insulin),
·         obat absorpsi tidak teratur, kerja obat oral lebih lambat dan efeknya lebih lama.
2.      Sublingual
Obat sublingual dirancang supaya setelah diletakkan di bawah lidah dan kemudian larut, mudah diabsorbsi, Tidak melalui hati sehingga tidak diinaktif, Dari selaput di bawah lidah langsung ke dalam aliran darah, sehingga efek yang dicapai lebih cepat. Hanya untuk obat yang bersifat lipofil. Obat yang diberikan dibawah lidah tidak boleh ditelan.
Kelebihan        :
·         obat cepat, tidak diperlukan kemampuan menelan,
·         kerusakan obat di saluran cerna dan metabolisme di dinding usus dan hati dapat dihindari (tidak lewat vena porta).
Kekurangan     :
·         absorbsi tidak adekuat,
·         kepatuhan pasien kurang (compliance),
·         mencegah pasien menelan.
3.      Bukal
Pemberian obat melalui rute bukal dilakukan dengan menempatkan obat padat di membran mukosa pipi sampai obat larut. Klien harus diajarkan untuk menempatkan dosis obat secara bergantian di pipi kanan dan kiri supaya mukosa tidak iritasi, diperingatkan untuk tidak mengunyah atau menelan obat atau minum air bersama obat.
Kelebihan        :
·         onset cepat,
·         mencegah “first-pass effect”
·         tidak diperlukan kemampuan menelan
Kekurangan     :
·         absorbsi tidak adekuat,
·         kepatuhan pasien kurang (compliance),
·         mencegah pasien mnelan
4.      Parenteral
Rute parenteral adalah memberikan obat dengan meninginjeksi ke dalam jaringan tubuh, obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui saluran pencernaan) tetapi langsung ke pembuluh darah. Misalnya sediaan injeksi atau suntikan. Tujuannya adalah agar dapat langsung menuju sasaran.
Kelebihan        :
·         bisa untuk pasien yang tidak sadar,
·         sering muntah dan tidak kooperatif,
·         tidak dapat untuk obat yang mengiritasi lambung,
·         dapat menghindari kerusakan obat di saluran cerna dan hati, bekerja cepat dan dosis ekonomis.
 Kekurangan    :
·         kurang aman karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan lagi jika terjadi kesalahan,
·         tidak disukai pasien,
·         berbahaya (suntikan – infeksi).

Pemberian parenteral meliputi empat tipe utama injeksi berikut:
a.       Intravena (iv)           : Tidak mengalami tahap absorpsi. Obat langsung dimasukkan ke pembuluh darah sehingga kadar obat di dalam darah diperoleh dengan cepat, tepat dan dapat disesuaikan langsung dengan respons penderita.
Kelebihan        :
·         cepat mencapai konsentrasi,
·         dosis tepat,
·         mudah menitrasi dosis
kekurangan                               :         
·         obat yang sudah diberikan tidak dapat ditarik kembali, sehingga efek toksik lebih mudah terjadi.
·         Jika penderitanya alergi terhadap obat, reaksi alergi akan lebih terjadi. 
·         Pemberian intravena (iv) harus dilakukan perlahan-lahan sambil mengawasi respons penderita.
·         konsentrasi awal tinggi toksik, invasive resiko infeksi,
·         memerlukan keahlian.

b.      Intramuscular (im) : Kelarutan obat dalam air menentukan kecepatan dan kelengkapan absorpsi. Obat yang sukar larut seperti dizepam dan penitoin akan mengendap di tempat suntikan sehingga absorpsinya berjalan lambat, tidak lengkap dan tidak teratur.
Kelebihan        :
·         tidak diperlukan keahlian khusus,
·         dapat dipakai untuk pemberian obat larut dalam minyak,
·         absorbsi cepat obat larut dalam air.
Kekurangan     :
·         rasa sakit, tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan darah (Clotting time),
·         bioavibilitas bervariasi, obat dapat menggumpal pada lokasi penyuntikan.

c.       Subkutan (SC)         : Hanya boleh dilakukan untuk obat yang tidak iritatif terhadap jaringan. Absorpsi biasanya berjalan lambat dan konstan, sehingga efeknya bertahan lebih lama. Absorpsi menjadi lebih lambat jika diberikan dalam bentuk padat yang ditanamkan dibawah kulit atau dalam bentuk suspensi. Pemberian obat bersama dengan vasokonstriktor juga dapat memperlambat absorpsinya Penyuntikkan dibawah kulit
Kelebihan        :
·         diperlukan latihan sederhana,
·         absorbs cepat obat larut dalam air,
·         mencegah kerusakan sekitar saluran cerna.
Kekurangan     :
·         dalam pemberian subkutan yaitu rasa sakit dan kerusakan kulit,
·         tidak dpat dipakai jika volume obat besar,
·         bioavibilitas bervariasi sesuai lokasi.
·         Efeknya agak lambat
d.      Intrathecal: obat langsung dimasukkan ke dalam ruang subaraknoid spinal, dilakukan bila diinginkan efek obat yang cepat dan setempat pada selaput otak  atau sumbu cerebrospinal seperti pada anestesia spinal atau pengobatan infeksi SSP yang akut.
5.      Implantasi
Kelebihan        :
·         Bentuk oral pellet steril,
·         obat dicangkokkan dibawah kulit, terutama digunakan untuk efek sistemik lama, misalnya obat-obat hormon kelamin (estradiol dan testoteron)

 kekurangan     :
·         Resorpsinya lambat,
·         satu pellet dapat melepaskan zat aktifnya secara perlahan-lahan selama 3-5 bulan lamanya.
6.      Rektal
obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek local. Bentuknya suppositoria dan clysma obat pompa. Pemberian obat perektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan pemberian obat bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan supositoria.
Kelebihan        :
·         Baik sekali untuk obat yang dirusak oleh asam lambung,
·         diberikan untuk mencapai takaran yang cepat dan tepat,
·         tidak dapat dipakai jika pasien tidak biasa per-oral,
·         tidak dapat mencegah “first-pass-metabolism”,
·         pilihan terbaik untuk anak-anak.
Kekurangan     :
·         absorbsi tidak adekuat,
·         banyak pasien tidak nyaman / risih per-rektal.
7.      Transdermal
Transdermal adalah rute administrasi dimana bahan aktif yang disampaikan dikulit untuk distribusi sistemik. Cara pemakaian melalui permukaan kulit, berupa plester. Obat menyerap secara perlahan dan kontinyu, masuk ke sistem peredaran darah, langsung ke jantung.
Umumnya untuk gangguan jantung misalnya angina pectoris, tiap dosis dapat bertahan 24 jam.
Kelebihan        :
·         Durasi yang lama dari tindakan yang mengakibatkan penurunan frekuensi dosis,
·         Peningkatan kenyamanan untuk mengelolah obat-obatan yang tidak akan membutuhkan dosis sering,
·         meningkatkan bioavaibilitas,
·         lebih seragam plasma level,
·         mengurangi efek samping dan terapi karena pemeliharaan kadar plasma sampai akhir interval pemberian dosis,
·         Obat terhindar dari first passed effect,
·         terhindar dari degradasi oleh saluran gastro interstinal,
·         Absorbsi obat relative konstan dan kontinyu.
Kekurangan     :
·         Memiliki koefisien partisi sedang (larut dalam lipid maupun air),
·         memiliki titik lebut yang relative rendah,
·         memiliki effective dose yang relative rendah,
·         range obat terbatas (terutama terkait untuk molekulnya),
·         dosis harus kecil,
·         kemungkinan terjadinya iritasi dan sensitivitas kulit, tidak semua bagian tubuh dapat menjadi tempat aplikasi obat-obat transdermal. Misalnya telapak kaki,dll,
8.      Inhalasi
Inhalasi yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara local, pada salurannya, misalnya salbutamol (ventolin), combivent, berotek untuk asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen. Obat diberikan untuk disedot melalui hidung atau mulut atau disemprotkan Penyerapan dapat terjadi pada selaput mulut, tenggorokan dan pernafasan. Bentuk sediaan : Gas dan Zat padat, tetapi bisa juga mempunyai efek sistemik.
Kelebihan        :
·         absorpsi terjadi cepat dan homogen,
·         kadar obat dapat terkontrol,
·         terhindar dari efek lintas pertama dan dapat diberikan langsung kepada bronkus.
Kekurangan     :
·         Metode  ini lebih sulit dilakukan,
·         memerlukan alat dan metode khusus, s
·         sukar mengatur dosis
·         sering mengiritasi paru.
9.      Intranasal
Pemberian obat secara intranasall merupakan alternative ideal untuk menggantikan sistem penghantaran obat sistemik parenteral.
Kelebihan        :
·         Pencegahan eliminasi lintas perta hepatic
·         Metabolisme dinding saluran cerna atau destruksi obat disaluran cerna kecepatan dan jumlah absorpsi
·         Profil konsentrasi obat versus waktu relatif sebanding dengan pengobatan secara intravena
Kekurangan     :
·         Secara kosmetik tidak menarik
·         Absorbsi tidak adekuat
10.  Pervaginam
Obat diberikan melalui selaput lendir/mukosa vagina, Diberikan pada antifungi dan anti kehamilan, Obat yang dimasukkan pada umumnya bekerja secara local. Obat ini tersedia dalam bentuk krim, tablet yang dapat larut dengan perlahan ataupun dapat juga dalam bentuk salep dan suppositoria
Kelebihan        :
·         Obat cepat bereaksi
·         Efek yang ditimbulkan bersifat lokal
Kekurangan     :
·         Dapat membangkitkan rasa malu
·         Kesulitan dalam melakukan prosedur terhadap wanita lansia
·         Setiap rabas yang keluar memungkinkan berbau busuk
11.  Topikal
Pemberian topikal dilakukan dengan mengoleskannya disuatu daerah kulit, memasang balutan yang lembab, merendam bagian tubuh dalam larutan, atau menyediakan air mandi yang dicampur obat. Obat diberikan secara topikal dengan menggunakan cakram atau lempeng transdermal. Contoh : nitrogliserin, skopolamin, fentanil, dan estrogen. Cakram melindungi salep obat pada kulit.. Obat topikal ini dapat diberikan sekurang-kurangnya 24 jam sampai tujuh hari.
Kelebihan        :
·         untuk efek local; efek smping sistemik minimal,
·         mencegah “first-pass effect”,
·         untuk efek sistemik, menyerupai IV infuse (zero-order),
kekurangan      :
·         secara kosmetik kurang menarik,
·         absorbsi tidak menentu.

2.5Cara Menyimpan Obat
Cara Menyimpan Obat
Masa penyimpanan  semua jenis obat mempunyai batas waktu, karena lambat laun obat akan terurai secara kimiawi akibat pengaruh cahaya, udara dan suhu. Akhirnya khasiat obat akan berkurang. Tanda-tanda kerusakan obat kadang kala tampak dengan jelas, misalnya bila larutan bening menjadi keruh dan bila warna suatu krim berubah tidak seperti awalnya ataupun berjamur. Akan tetapi dalam proses rusaknya obat tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Bentuk dan baunya obat tidak berubah, namun kadar zat aktifnya sudah banyak berkurang, atau terurai dengan membentuk zat-zat beracun. berkurangnya zat aktif hanya dapat ditetapkan dengan analisa di laboratorium. Menurut aturan internasional, kadar obat aktif dalam suatu sediaan diperbolehkan menurun sampai maksimal 10%, lebih dari 10% dianggap terlalu banyak dan obat harus dibuang.

Aturan penyimpanan
Guna memperlambat penguraian, maka semua obat sebaiknya disimpan di tempat yang sejuk dalam wadah asli dan terlindung dari lembab dan cahaya. Dan hendaknya di suatu tempat yang tidak bisa dicapai oleh anak-anak, agar jangan dikira sebagai permen berhubung bentuk dan warnanya kerapkali sangat menarik. Obat-obat tertentu harus disimpan di lemari es dan persyaratan ini selalu dicantumkan pada bungkusnya, misal insulin.

Lama penyimpanan obat
Masa penyimpanan obat tergantung dari kandungan dan cara menyimpannya. Obat yang mengandung cairan paling cepat terurainya, karena bakteri dan jamur dapat tumbuh baik di lingkungan lembab. Maka itu terutama obat tetes mata,  kuping dan hidung, larutan, sirup dan salep yang mengandung air/krim sangat terbatas jangka waktu kadaluwarsanya. Pada obat-obat biasanya ada kandungan zat pengawet, yang dapat merintangi pertumbuhan kuman dan jamur. Akan tetapi bila wadah sudah dibuka, maka zat pengawetpun tidak dapat menghindarkan rusaknya obat secara keseluruhan. Apalagi bila wadah sering dibuka-tutup. mis. dengan tetes mata, atau mungkin bersentuhan dengan bagian tubuh yang sakit, mis. pipet tetes mata, hidung atau telinga. Oleh karena itu obat hendaknya diperlakukan dengan hati-hati, yaitu setelah digunakan, wadah obat perlu ditutup kembali dengan baik, juga membersihkan pipet/sendok ukur dan mengeringkannya. Di negara2 maju pada setiap kemasan obat harus tercantum bagaimana cara menyimpan obat dan tanggal kadaluwarsanya, diharapkan bahwa di kemudian hari persyaratan ini juga akan dijalankan di Indonesia secara menyeluruh. Akan tetapi, bila kemasan aslinya sudah dibuka, maka tanggal kadaluwarsa tsb tidak berlaku lagi. Dalam daftar di bawah ini diberikan ringkasan dari jangka waktu penyimpanan dari sejumlah obat, bila kemasannya sudah dibuka. Angka2 ini  hanya merupakan pedoman saja, dan hanya berlaku bila obat disimpan menurut petunjuk2 yang tertera dalam aturan pakai

Jangka waktu penyimpanan               
                         
tab/kap
3 tahun
salep mata
6 bulan
salep/pasta (tube)
serbuk/tabor
pil
krim/gel (tube)
larutan tetesan
suspensi
3 tahun
1 tahun
1 tahun
6 bulan
6 bulan
6 bulan
salep/pasta
pot cairan untuk kulit
tet .telinga 
tet/sempr.hidung
krem (pot)
 tet/bilasan mata        
6 bulan
6 bulan
6 bulan
3 bulan
3 bulan
1 bulan

2.6 Proses Keperawatan Pemberian Obat
1.      Pengkajian
Untuk menetapkan kebutuhan terhadap tarapi obat dan respon potensial terhadap terapi obat, perawat mengkaji banyak faktor.
Riwayat medis
Riwayat medis memberi indikasi atau kontraindikasi terhadap terapi obat. Penyakit atau gangguan membuat klien berisiko terkena efek samping yang merugikan. Contoh, jika seorang klien mengalami ulkus lambung cenderung mengalami perdarahan maka senyawa yang mengandung aspirin atau antikoagulasi akan meningkatkan kemungkinan perdarahan. Riwayat pembedahan klien dapat mengindikasikan obat yang digunakan. Contoh, setelah tiroidektomi , seorang klien membutuhkan penggantian hormon.
Data obat
Perawat mengkaji informasi tentang setiap obat, termasuk kerja, tujuan, dosis normal, rute pemberian, efek samping, dan implikasi keerawatan dalam pemberian dan pengawasan obat. Beberapa sumber harus sering dikonsultasi untuk memperoleh keterangan yang dibutuhkan. Perawat bertanggung jawab untuk mengetahui sebanyak mungkin informasi tentang obat yang diberikan. Banyak mahasiswa keperawatan menyiapkan atau membeli kartu atau buku yang memuat keterangan obat untuk mereka gunakan sebagai rujukan cepat.
Sikap klien terhadap penggunaan obat
Sikap klien terhaadap obat menunjukkan tingkat ketergantungan pada obat. Klien seringkali enggan mengungkapkan perasaannya tentang obat,khususnya jika klien mengalami ketergantungan obat. Untuk mengkaji sikap klien, perawat perlu mengobservasi perilaku klien yang mendukung bukti ketergantungan obat.

2.      Diagnosa keperawatan
Pengkajian memberi data tentang kondisi klien, kemampuannya dalam menggunakan obat secara mandiri, dan pola penggunaan obat.
Contoh diagnosa keperawatan NANDA untuk terapi obat.
Kurang pengetahuan tentang terapi obat yang berhubungan dengan :
1.       Kurang informasi dan pengalaman
2.      Keterbatasan kognitif
3.      Tidak mengenal sumber informasi
Ketidakpatuhan tehadap terapi obat yang berhubungan dengan :
1.      Sumber ekonomi yang terbatas
2.      Keyakinan tentang kesehatan
3.      Pengaruh budaya
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan :
1.       Penurunan kekuatan
2.       Nyeri dan ketidaknyamanan
Perubahan sensori atau persepsi yang berhubungan dengan :
1.      Pandangan kabur
Ansietas yang berhubungan dengan :
1.      Status kesehatan yang berubah atau terancam
2.      Status sosial ekonomi yang berubah atau terancam
3.      Pola interaksi yang berubah atau terancam
Gangguan menelan yang berhubungan dengan :
1.      Kerusakan neuromuscular
2.      Iritasi rongga mulut
3.      Kesadaran yang terbatas
Penatalaksanaan program terapiutik tidak efektif yang berhubungan dengan :
1.      Terapi obat yang kompleks
2.      Pengetahuan yang kurang                                                             
3.      Perencanaan
Perawat mengatur aktivitas perawatan untuk memastikan bahwa tehnik pemberian obat aman. Perawat juga dapat merencanakan untuk menggunakan waktu selama memberikan obat. Pada situasi klien belajar menggunakan obat secara mandiri, perawat dapat merencanakan untuk menggunakan semua sumber  pengajaran yang tersedia. Apabila klien dirawat di rumah sakit,sangat penting bagi perawat untuk tidak menunda pemberian intruksi sampai hari kepulangan klien. Perawat harus mengkaji klien secara komprehensif dan mengidentifikasi faktor fisik, psikologis, ekonomi atau sosial yang membuat klien tidak mampu dengan konsisten menggunakan obat secara mandiri. Misalnya, klien menderita arthritis yang membuatnya sulit pergi ke apotek. Perawat, dengan bantuan tenaga kesehatan lain,bekerja sama mencari jalan keluar untuk masalah ini sebelum klien dipulangkan. Apabila klien baru didiagnosis dan membutuhkan obat, misalnya, dalam rencana asuhan keperawatan, perawat data merujuk klien untuk dirawat di rumah. Perawat penyelenggara perawatan kesehatan di rumah dapat membantu klien menyusun jadwal pengobatan yang disesuaikan dengan rutinitas di rumah.
Baik,seorang klien mencoba menggunakan obat secara mandiri maupun perawat bertanggung jawab memberikan obat, sasaran berikut harus dicapai :
1. Tidak ada komplikasi yang timbul akibat rute pemberian obat yang digunakan.
2. Efek terapiutik obat yang diprogramkan dicapai dengan aman sementara kenyamanan klien tetap dipertahankan.
3. Klien dan keluarga memahami terapi obat.
4. Pemberian obat secara mandiri dilakukan dengan aman.

4. Implementasi
Transkripsi yang benar dan mengomunikasikan program
Intervensi keperawatan berfokus pada pemberian obat yang aman dan efektif.Intervensi dilakukan dengan menyiapkan obat secara cermat, memberikannya dengan benar, dan memberi klien penyuluhan. Setiap kali suatu dosis obat disiapkan, perawat mengacu pada format atau label obat. Dengan sistem unit-dosis, hanya satu diperlukan transkripsi, sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan dibatasi. Ketika mentranskripsi resep, perawat harus yakin bahwa nama,dosis,dan simbol obat dapat dibaca. Perawat terdaftar (registered nurse) membandingkan semua program yang ditranskripsi dengan program yang asli untuk memastikan keakuratan dan kelengkapannya. Perawat yang memberi obat yang salah atau dosis yang tidak tepat bertanggung jawab secara hukum.

5.      Evaluasi
Perawat memantau respon klien terhadap obat secara berkesinambungan. Untuk melakukan ini,perawat harus mengetahui kerja terapiutik dan efek samping yang umum muncul dari setiap obat. Perawat harus mewaspadai reaksi yang akan timbul ketika klien mengkonsumsi beberapa obat. Untuk mengevaluasi keefektifan intervensi keperawatan sambil memenuhi sasaran keperawatan yang ditetapkan, perawat melakukan langkah-langkah evaluasi untuk mengidentifikasi hasil akhir yang aktual.
Berikut adalah contoh langkah evaluasi untuk menentukan bahwa ada komplikasi yang terkait dengan rute pemberian obat :
1. Mengobservasi adanya memar, implamasi , nyeri setempat,  atau perdarahan di tempat injeksi.
2. Menanyaan klien tentang adanya rasa baal atau rasa kesemutan di tempat injeksi.
3. Mengkaji adanya gangguan saluran cerna, termasuk mual, muntah, dan diare pada klien.
4. Menginspeksi tempat IV untuk mengetahui adanya feblitis, termasuk demam, pembengkakkan dan nyeri tekan setempat.





















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Pemberian obat yang aman dan akurat merupakan salah satu tugas terpenting perawat. Obat adalah alat utama terapi yang digunakan dokter untuk mengobati klien  yang memiliki masalah ksehatan. Walaupun obat menguntungkan klien dalam banyak hal, beberapa obat dapat menimbulkan efek samping yang serius atau berpotensi menimbulkan efek yang berbahaya bila tidak tepat diberikan. Perawat bertanggung jawab memahami kerja obat dan efek samping yang ditimbulkkan, memberikan obat dengan tepat, memantau respon klien, dan membantu klien menggunakannnya dengan benar serta berdasarkan pengetahuan.
Perawat merupakan tenaga kesehatan yang paling tepat untuk memberikan obat dan meluangkan sebagian besar bersama klien.Hal ini membuat perawat berada pada posisi yang ideal untuk memantau respon klien terhadap pengobatan,memberikan pendidikan untuk klien dan keluarga tentang pengobatan dan menginformasikan dokter kapan obat efektif,tidak efektif,atau tidak lagi dibutuhkan. Perawat bukan sekedar memberikan obat kepada klien.Perawat harus menentukan apakah seorang klien harus menerima obat pada waktunya dan mengkaji kemampuan klien untuk menggunakan obat secara mandiri.Perawat menggunakan proses keperawatan untuk mengintegrasi terapi obat ke dalam perawatan.

B. SARAN
     Setiap obat merupakan racun yang yang dapat memberikan efek samping yang tidak baik jika kita salah menggunakannya. Hal ini tentunya dapat menimbulkan kerugian bahkan akibatnya bias fatal. Oleh karena itu, kita sebagai perawat kiranya harus melaksanakan tugas kita dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan masalah-masalah yang dapat merugikan diri kita sendiri maupun orang lain.






DAFTAR PUSTAKA

Potter&perry,1999, Fundamental Keperawatan, Edisi 4, Jakarta: EGC